Add caption |
Ashley Young dan Patrice Evra masih memprotes kartu merah yang dikeluarkan oleh wasit Cuneyt Cakir. (Getty Images/Matthew …
Ditulis oleh: Sirajudin Hasbi
Manchester United tersingkir dari Liga Champions setelah kalah 2-1 dari Real Madrid di Old Trafford. Mengapa mereka terjungkal di rumah sendiri, setelah mampu menahan imbang 1-1 Los Blancos di Santiago Bernabeau?
Ada berbagai asumsi seputar kekalahan MU dalam pertandingan yang penuh dengan adu taktik dan drama tersebut. Mulai dari pilihan Sir Alex Ferguson yang tidak memainkan Wayne Rooney sejak menit awal, kepemimpinan buruk wasit asal Turki, Cuneyt Cakir, kepiawaian Jose Mourinho, dan lain-lain.
Sir Alex memang menurunkan formasi yang tidak biasa. Masih dengan formasi 4-2-3-1, tetapi dengan empat perubahan pemain. David De Gea masih menjadi pilihan sebagai benteng terakhir. Johnny Evans harus bersedia duduk di bangku untuk memberi tempat pada Nemanja Vidic. Rafael dan Patrice Evra masih dipertahankan untuk membantu duet Vidic dan Rio Ferdinand.
Perubahan menarik justru ada di tiga pemain yang berada di belakang penyerang utama, yang jelas dihuni Robin Van Persie. Fergie lebih memilih Danny Welbeck bermain di belakang RVP. Shinji Kagawa bisa bermain di posisi ini. Luis Nani mengisi pos di sisi kiri. Dan Ryan Giggs dipilih untuk menjadi pemain sayap di sisi kanan.
Banyak yang bertanya mengapa Rooney tak dimainkan sejak awal. Menurut saya, Giggs dipilih lantaran punya disiplin bertahan lebih baik dan mampu mengatur tempo saat menyerang. Rooney yang bermain di posisi ini saat leg 1 kurang mampu memainkan peran dan membuat Madrid menghasilkan tiga peluang berbahaya.
Perpaduan Giggs dan Rafael di sisi kanan berhasil mematikan kombinasi duo Portugal, Ronaldo dan Fabio Coentrao. Giggs bahkan dinobatkan sebagai pemain terbaik di babak pertama oleh situs Whoscored karena berhasil melakukan 8 kali aksi pertahanan. Saat menyerang pun dia berfungsi dengan baik. Coentrao yang lebih muda pun kesulitan menghadapinya. Gol MU pun awalnya berawal dari sisi kanan yang dihuni Giggs dan Rafael.
Ketika semua berjalan dengan lancar, MU pun bisa unggul di menit ke-48 melalui gol bunuh diri Sergio Ramos. Setelah 56 menit berlangsung, bisa dibilang Sir Alex Ferguson mampu meracik strategi yang lebih baik dibandingkan Jose Mourinho. Walaupun MU kalah penguasaan bola yang hanya menguasai 38 persen berbanding 62 persen milik Madrid. Penguasaan bola Madrid seakan seperti apa yang dilakukan oleh Barcelona saat menghadapi Milan dan dua kali menghadapi Los Galacticos, penguasaan bola yang sia-sia.
Mourinho sendiri hanya melakukan satu perubahan. Tetap dengan formasi 4-2-3-1, 11 pemain yang turun dari awal adalah Diego Lopez, Alvaro Arbeloa, Raphael Varane, Sergio Ramos, Fabio Coentrao, Sami Kheidira, Xabi Alonso, Angel Di Maria, Mezut Ozil, Cristiano Ronaldo, dan Gonzalo Higuain. Hanya Higuain yang kini jadi starter menggantikan Karim Benzema.
Memasuki menit 56, ketika Luis Nani memperoleh kartu merah, atmosfer pertandingan pun memanas dan Real Madrid memperoleh momentum. Jose Mourinho dengan cerdik memasukkan Luka Modric menggantikan Arbeloa. Sami Kheidira digeser lebih ke kanan untuk memberi ruang bagi Modric. Tidak lama berselang, Modric dengan cerdas sudah membuat Madrid memperoleh permainan yang lebih leluasa dan berkembang. Menit 66 bahkan Modric membawa Madrid menyamakan kedudukan melalui tendangan indah dari luar kotak penalti.
Tiga menit kemudian, operan kunci dari Ozil ke Higuain diteruskan ke Ronaldo yang dengan mudah menceploskan bola ke gawang De Gea. Madrid pun unggul 2-1. Setelah Madrid unggul, permainan kembali berubah.
Menyadari MU akan keluar menyerang karena butuh dua gol, Mou menarik keluar Ozil dan memasukkan Pepe. Madrid kembali bermain dengan empat pemain belakang. Higuain sudah mulai bergeser ke kanan untuk memberi ruang Ronaldo sebagai ujung tombak. Fergie bereaksi dengan memasukkan Rooney, Valencia, dan Ashley Young untuk menggantikan Welbeck, Rafael, dan Tom Cleverley.
Fergie mengambil resiko untuk total menyerang dengan resiko kebobolan melalui serangan balik karena Ronaldo jadi target. Benar saja, Ronaldo beberapa kali mengancam gawang MU lebih sering dibandingkan sepanjang babak pertama. MU sendiri memperoleh sejumlah peluang melalui sundulan Vidic, Robin Van Persie dan Michael Carrick. Semuanya dimentahkan oleh Diego Lopez yang bermain bagus pada pertandingan ini seperti apa yang dilakukan oleh De Gea di leg 1.
Jadi, kartu merah yang diterima Nani berperan penting untuk memberi Real Madrid momentum menguasai pertandingan. Dua gol yang dicetak Madrid merupakan buah kepiawaian Mourinho melakukan pergantian dan segera mengeksplorasi MU saat mereka sedang menyesuaikan diri harus bermain dengan 10 pemain. MU sendiri mulai tidak meyakinkan ketika mereka sudah unggul. Mereka bermain menunggu dan membiarkan lawan mengembangkan permainan dengan menguasai bola lebih banyak.
Pada akhirnya, partai ini akan lebih dikenang sebagai perayaan pertandingan profesional ke-1000 milik legenda MU, Ryan Giggs. Rekornya ini akan sulit disamai oleh pemain lain dalam waktu dekat, setidaknya dalam 5-10 tahun mendatang.